Lebih dari seribu pendekar menghadiri acara Temu Pendekar Internasional 2015 yang digagas Masyarakat Pencak Silat Indonesia (Maspi) di Balai Kota Bandung, Sabtu (12/12/2015). Sebagai penanda dimulainya acara, Debby Batik (35) beraksi dengan menyalakan petasan yang dililitkan ke lehernya.
Pria asal Tangerang itu menari-nari di halaman Balai Kota sambil meledakkan petasan sepanjang 3,5 meter. Lebih dari 300 petasan dililitkan ke bagian leher Debby untuk diledakkan. Pendekar dari Sanggar Sejampang ini menarik perhatian pengunjung ketika ia menari-nari di antara satu persatu petasan yang meledak dengan kencang.
Ratusan pendekar serta masyarakat yang hadir pada kegiatan itu terheran dan terkejut dengan atraksi yang berlangsung sekitar 10 menit tersebut. Lebih dari 17 tahun melakoni pementasan yang sama, Debby tak lecet sedikitpun.
Namun acara Temu Pendekar Internasional bukan ajang unjuk kebolehan semata. Sebelum aksi yang dilakukan Debby, lebih dari seribu pendekar Pencak Silat yang terdiri dari 25 perguruan pencak silat dalam negeri menyusuri jalan di Kota Bandung. Dimulai dari Gedung Merdeka hingga ke Balai Kota Bandung.
Ajang yang berlangsung selama dua hari ini untuk pertama kali digelar dengan format sendra pencak silat. “Kita kemas Pencak Silat itu sebagai pertunjukan yang menarik,” kata Ketua Maspi, Asep Gunawan.
Pada pergelaran ini berbagai acara ditampilkan seperti pameran foto, kesenian, lokakarya aliran, penampilan Silat Tradisi, penampilan peserta tamu luar negeri, seminar dan lain-lain. Sebanyak 10 perguruan besar Pencak Silat di tingkat nasional dan 15 perguruan dari Kota dan Kabupaten di Jawa Barat, ikut terlibat.
“Untuk yang datang dari luar negeri ada Jepang, Belanda, Inggris, Timor Leste, Amerika Serikat dan Malaysia,” ungkap Asep. Melalui kegiatan ini, Asep mengharapkan Pencak Silat mendapat perhatian dari semua pihak. Ia mengakui selama ini kemasan pencak silat terlalu kuno.
“Maspi dalam hal ini pelan-pelan memperkenalkan kembali pencak Silat Tradisi. Di kampung-kampung sekarang hampir punah. Lahannya sudah tidak ada, dukungan kurang. Karenanya harus lebih banyak lagi event silat,” imbuh mantan pelatih Timnas Vietnam untuk cabang Pencak Silat ini.

Atraksi manusia petasan, Debby Batik, Warga Kampung Jawara, Desa Neroktog, Kecamatan Pinang, Kota Tangerang tampil membuka acara Temu Pendekar Internasional 2015 di halaman Balai Kota Bandung, Sabtu (12/12/2015). © Huyogo Simbolon via Beritagar.id.
Jangan sampai punah di negeri sendiri
Temu Pendekar Internasional 2015 yang mengusung tema “Bandung Lautan Silat” merupakan upaya untuk membumikan kembali Silat Tradisi kepada masyarakat yang saat ini kurang meminati silat. Asep Gunawan menuturkan, kondisi Silat Tradisi masih kalah berkembang dibandingkan dengan Silat Prestasi.
“Kita khawatir Pencak Silat Tradisi sudah mulai ditinggalkan karena sekadar mengejar prestasi. Sementara di sisi lain orang Eropa sudah mulai meneliti Silat Tradisi,” ujarnya.
Sepulang dari Vietnam dalam rangka melatih, pria dengan kumis tebal ini tertarik untuk melestarikan kembali Silat Tradisi. Atas dasar itu pula, Maspi didirikan untuk mewadahi para pendekar silat di Tanah Air.
“Kami berkumpul dari berbagai aliran silat dan membentuk Maspi. Visi dan misi Maspi sendiri yaitu bagaimana membumikan kembali dan mendunia Pencak Silat ini. Jadi kami tidak mau punah di negeri sendiri,” ucap Asep menjelaskan pembentukan Maspi yang didirikan pada 2013 silam.
Sebelum ajang Temu Pendekar, berbagai diskusi digelar untuk menyamakan visi pelestarian Silat Tradisi sebagai produk budaya Indonesia yang memiliki nilai ajaran luhur. Diskusi dihadiri oleh para sesepuh silat yang peduli pada pelestarian dan pengembangan silat Nusantara.
“Perlu ada komunitas yang ikut memikirkan masalah ini. Akhirnya kita berkumpul di Bandung dan mendirikan Maspi yang fokus pada pelestarian budaya. Melalui diskusi mulai terbuka pemikirannya,” katanya.
Salah seorang sepuh silat, H. Masri Atmadja dari perguruan Panglipur membenarkan fenomena menurunnya minat masyarakat pada Pencak Silat. Menurutnya, ketidaktahuan akan budaya sendiri menjadi penyebab berkurangnya minat masyarakat.
“Kalau digali lebih dalam ada banyak hal. Bahkan, khusus di Bandung ini pada saat kita masih dijajah Belanda, kegiatan budaya penca ini banyak disembunyikan. Karena memang dilarang, ditakuti oleh mereka. Tapi setelah merdeka, mereka datang ingin tahu budaya penca. Banyak yang mendalami ini dari luar,” ungkap Ki Masri.
Selain itu, Ki Masri melihat belakangan ini bela diri di negeri sendiri banyak dipengaruhi oleh budaya asing. “Toyota masuk ke negeri ini, di situ ada karate yang harus mendampingi. Sehingga tidak heran kalau kemarin-kemarin ada cerita negara kita ini dilanda masuknya budaya asing. Seharusnya bangsa Indonesia bangga dengan budayanya sendiri,” tegasnya.
Lebih lanjut ia mengatakan, sejak tahun 1700-an silat sudah ada di Jawa Barat. Sedangkan di Indonesia, terdapat beraneka ragam aliran Pencak Silat yang berkembang selama berabad-abad. Setiap aliran ini bercabang-cabang lagi menjadi banyak perguruan.
Dalam perkembangannya, silat mampu menembus ke negara-negara lain terkait bela diri. Bahkan, alirannya menyebar ke berbagai penjuru dunia.”Ternyata kan sekarang banyak yang mengaku aliran yang mereka ciptakan. Itu memang bisa saja terjadi karena dipengaruhi oleh waktu dan kondisi. Namun, harus dapat perhatian lagi dari peneliti soal aliran silat ini,” kata pria berusia 80 tahun itu.
Kepada Beritagar.id, Asep Gunawan bercerita saat mengunjungi Belanda pada tahun 1989. Dirinya menyaksikan ada lebih dari seratusan perguruan silat.
“Mereka tampaknya bosan dengan situasi yang ada. Jika mempelajari Pencak Silat, ada pendidikan mental spiritual. Selain itu, silat kental dengan silaturahmi. Mereka merasa dihargai dan dimanusiakan. Apalagi Pencak Silat kita memiliki warna gerakan, senjata dan musiknya yang beragam,” ucapnya.
Lalu mengapa orang luar negeri berminat datang ke negeri kita dan belajar Pencak Silat? “Unik silat itu, ada keseimbangan hidup di dalamnya. Menurut mereka, dengan ikut Pencak Silat itu terasa dihargai dan ada silaturahminya,” jawabnya.
Pencak silat asal Indonesia saat ini dalam proses pengajuan Pencak Silat ke UNESCO sebagai warisan budaya tak benda. Sebelumnya, wayang golek, keris dan angklung, telah diakui lembaga kebudayaan di bawah PBB itu sebagai warisan budaya tak benda.
Menurut peneliti pengajuan pencak silat ke UNESCO, Mody Afandi, draft pengajuan ke UNESCO akan menggunakan nama pencak silat dan diharapkan dapat disahkan pada 2017 mendatang.
“Semoga pada 2017 Pencak Silat bisa diakui sebagai warisan budaya tak benda asal Indonesia untuk dunia,” ungkap Mody. UNESCO membuatkan draft yang harus diisi oleh panitia. Mody mengaku saat ini ia dan rekan-rekannya terus mengkaji dan mendalami silat dari berbagai hal.
“UNESCO sangat selektif dan ketat. Misal, kita harus bisa menceritakan Pencak Silat dalam 1000 kata. Ini bukan hal yang mudah apalagi yang merujuk pada aliran-aliran tua,” ujarnya.
Ia menceritakan, sebelum mengajukan ke UNESCO, pihaknya terlebih dulu menyusun draft penca Jawa Barat sebagai warisan budaya tak benda di tingkat nasional.
“Kita menyusun draft untuk penca Jawa Barat saja butuh waktu satu tahun. Penca baru selesai sidang pleno November kemarin. Nanti, pada 2016 disahkan sambil berproses dengan tiga daerah lain yakni Jawa Barat (Penca), Sumatera Barat (Sile) dan Banten (Bandrong),” terangnya.
Mody menyebutkan, pengajuan ke UNESCO sebagai warisan budaya dunia tak benda ini sangat penting bagi pencak silat. Pasalnya, Pencak Silat ini sudah berkembang ke seluruh penjuru dunia. Di Indonesia saja terdapat 800 aliran pencak silat.
“Ada tiga poin yang kita rumuskan. Pertama, membangun kesadaran masyarakat bahwa warisan budaya kita memang harus dilestarikan. Yang kedua, membangun kesadaran bahwa Pencak Silat mampu kajian ilmu yang mampu bersanding dengan kajian ilmu lain. Kenapa tidak ada jurusan Pencak Silat di perguruan tinggi? Yang ketiga, nanti akan jadi kewajiban negara untuk melestarikan kebudayaannya,” paparnya.
Mereka yang setia dengan silat

KI DAUS | Dadang Usman atau yang lebih akrab disapa Ki Daus menunjukkan gerakan silat. Ki Daus merupakan pendekar dengan aliran silat Sera asal Jawa Barat. © Huyogo Simbolon via Beritagar.id
Di sela kesibukannya sebagai entertainer, kehidupan Dadang Usman atau yang akrab disapa Ki Daus rupanya tidak lepas dari dunia Pencak Silat. Pria berusia 59 tahun ini sebenarnya pewaris asli aliran Sera. Sejak usianya 9 tahun, Ki Daus belajar silat langsung dari kakeknya, Somawijaya, pendiri aliran Sera.
Ki Daus mengaku, pencak silat sudah menjadi bagian dari hidupnya. Ia masih berperan aktif untuk terus melestarikan pencak silat. “Sampai saat ini Aki masih aktif di silat. Alhamdulillah, perkembangannya cukup baik. Di tempat Aki untuk sementara ini belum buka untuk umum karena masih banyak kendala. Tenaga pelatih dan tempatnya,” kata Ki Daus.
Jika tak ada kegiatan off air maupun syuting, Ki Daus mengaku tetap mengajarkan silat bersama dua anaknya yang kini menjadi pengajar. “Kalau mau diajari sama Aki harus nunggu jadwal kosong,” tukasnya.
Terdapat empat perguruan beraliran Sera di Bandung, termasuk yang ia dirikan di kawasan Cicaheum. Adapun perguruan ini punya 12 jurus. “Meskipun ada perbedaan-perbedaan tapi sama (oleh) Aki dianggap saudara,” katanya.
Sementara itu, ada Travis (28), warga negara Amerika Serikat yang memilih menekuni Pencak Silat. Selama di Bandung, Travis mengikuti latihan dan pendalaman aliran Cimande melalui lembaga Garis Paksi.

Peserta Temu Pendekar Internasional 2015 berkesempatan berfoto bersama Travis. Travis yang merupakan warga negara Amerika Serikat, mendalami silat di lembaga silat Garis Paksi selama tiga bulan. © Huyogo Simbolon via Beritagar.id
“Di Bandung saya latihan tiga bulan. Awalnya latihan di Garis Paksi, kemudian pergi ke Cimande untuk 2 minggu. Saya juga sudah latihan di Bukit Tinggi,” kata pria berjanggut tebal itu.
Diakui Travis, dirinya pernah mendalami berbagai ilmu bela diri. Mulai dari Karate, Aikido, dan Gulat Gaya Bebas. Namun, baru pada Pencak Silat dirinya menemukan hal yang tidak ditemukannya selama belajar bela diri.
“Saya pikir gerakan di pencak silat sangat indah dan berbeda dengan bela diri lain. Tidak hanya bela diri, silat itu seni spiritual,” katanya.
Meski pernah menjadi kutu loncat, dengan mempelajari berbagai seni bela diri, Travis mengaku tidak akan melupakan Pencak Silat. Bahkan, ia semakin tertantang untuk terus mendalami seni bela diri asli Indonesia ini.
“Selama silat rasanya menyenangkan dan saya pikir orang yang latihan bela diri bagus untuk menambah kepercayaan diri,” tutupnya.
Sumber: Beritagar.id