Ulin Makao, Aliran Pencak Silat dari Banten

Ki Arba dengan Abah Gending

Abah Asnawi, Ka Atma, dengan Abah Gending

“Ulin Peupeuh Gerak Rasa”, begitulah yang diucapkan oleh Ki Arba, seorang pendekar tua yang tinggal di Banten tentang beladiri ini. Beladiri yang konon merupakan campuran antara pencak silat dengan Kuntao dari Makao ini dikembangkan oleh Ki Abu Arwanta, seorang pendekar yang berasal dari Pandeglang, Banten. Abah Gending Raspuzi, pendiri Garis Paksi berguru kepada Ki Arba dan Ki Asnawi yeng merupakan generasi ketiga dari aliran ini. Mereka berguru pada orang yang sama, yaitu Ki Jakaria (Ki Cipluk) yang tidak lain adalah murid Ki Abu Arwanta. 

   Aliran ini mungkin kurang dikenal di kalangan persilatan. Penyebabnya antara lain aliran pencak silat ini tidak mempunyai nama resmi dan seragam, tidak seperti halnya aliran lain seperti aliran Cimande, aliran Cikalong, aliran Sabandar, dan sebagainya. Para penganut aliran ini ada yang menyebutnya dengan nama Ulin Abu (diambil dari nama penyebarnya, yaitu Ki Abu Arwanta), Ulin Sawah (mengambil nama tempat tinggal Ki Abu, yaitu Kampung Sawah), Ulin Makao (diambil dari asal orang Cina yang merupakan guru Ki Abu), Ulin Jeceng (nama salah seorang anak Ki Abu), Ulin Sabrang Girang (tempat tinggal Ki Asnawi), atau bahkan ada pula yang tidak menyebut nama sama sekali.

   Meskipun sebutan untuk aliran pencak silat ini tidak sama, namun disepakati bahwa pendiri aliran ini adalah Ki Abu Arwanta yang berasal dari Kampung Sawah, Pandeglang, Banten. Tahun persisnya aliran ini berdiri tidak diketahui dengan pasti, namun dapat diperkirakan sekitar akhir abad XIX. Hal ini dapat dilihat dari generasi ketiga dari aliran ini yang ketika mulai belajar terjadi pada zaman penjajahan Belanda dan penjajahan Jepang, sekarang mereka berdua sudah wafat. Adapun cerita mengenai terbentuknya aliran ini menurut beberapa orang penerusnya adalah sebagai berikut.

   Ki Abu Arwanta adalah seorang pendekar pencak silat yang telah mempelajari beberapa aliran pencak silat dari beberapa orang guru, baik di Banten maupun di luar Banten. Sampai pada suatu saat ia bertemu dengan ahli kuntao dari Makao, yang kemudian menjadi gurunya. Namun dalam proses berguru Ki Abu ternyata memiliki bakat untuk mengolah ilmu yang diterima dari orang Cina itu dengan ilmu yang telah didapat dari guru-guru sebelumnya, ia menyimpulkan bahwa masing-masing mempunyai keunggulan dan kelemahan. Timbullah pemikiran untuk menggabungkannya sehingga masing-masing kelemahan tersebut dapat saling ditutupi. Tanpa diketahui oleh gurunya Ki Abu telah menciptakan suatu sistem perkelahian yang baru yang memadukan teknik pukulan dengan kecepatan gerak dan kepekaan rasa.

   Pada suatu kesempatan latih tanding dengan gurunya, Ki Abu mencoba mempraktekkan hasil renungannya itu, dan ternyata berhasil. Gurunya ternyata tidak bisa mengalahkan Ki Abu. Setiap serangan dapat digagalkan, bahkan serangan balik Ki Abu seringkali tidak berhasil ditangkis atau dihindarkan. Sejak kejadian itu, orang Cina Makao tersebut mengakui keunggulan Ki Abu, kemudian ia menganggap Ki Abu sebagai kawan yang sederajat dan menjadi mitra diskusi dalam teknik-teknik beladiri. Dari hasil diskusi kedua orang pendekar itu, disusunlah suatu sistem beladiri baru yang sekarang dikenal dengan nama Ulin Makao, Ulin Abu, atau Ulin Peupeuh Gerak Rasa.

   Sampai sekarang aliran ini terus berkembang, namun seperti umumnya aliran-aliran pencak silat tradisional lainnya, belum terorganisasi dengan baik, sehingga aliran ini banyak dipelajari oleh kelompok-kelompok kecil tanpa diwadahi oleh organisasi perguruan pencak silat. Hanya beberapa perguruan yang tercatat mempelajari aliran ini, yaitu Perguruan Pencak Silat Manderaga di Bandung, dan Perguruan Pencak Silat Alas Banten di Banyuwangi yang pada tingkat tertentu mempelajari aliran pencak silat ini.


TRADISI DAN CARA LATIHAN

   Sampai saat ini tatacara tradisional di tempat asalnya (Pandeglang, Banten) masih tetap dilaksanakan. Setiap calon murid yang akan belajar, terlebih dahulu harus menyerahkan ayam jantan kepada calon gurunya.

   Latihan biasanya dilakukan pada malam hari, selepas shalat Isya. Tempatnya biasanya di dapur yang beralas tanah. Kalau murid yang latihannya banyak, tempat latihan kadang-kadang dipindahkan ke lapangan di tengah kebun bambu. Para murid tidak menggunakan atribut perguruan seperti seragam, sabuk, atau badge. Mereka menggunakan pakaian sehari-hari.

Tahap pertama : Jalan Jurus

   Setelah memenuhi syarat-syarat yang diajukan oleh guru, maka sebagai latihan tahap pertama yang dipelajari adalah sebanyak 20 jalan jurus, ada pula yang mengatakan 18, 10, atau 5 jalan jurus yang terdiri dari dasar-dasar langkah, pola langkah, serangan, maupun belaan yang tersusun dalam rangkaian gerak. Jalan jurus ini harus benar-benar dikuasai karena setiap unsur gerak mengandung makna beladiri yang akan dipelajari pada tahap berikutnya. Jalan jurus tersebut di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Suliwa 2. Susun 3. Tektok 4.Galeng 5. Sabet 6. Jurus Cina 7. Sikut Pulang Cina 8. Depok 9. Depok Galeng 10. Tiga Kalima 11. Muka Satu 12. Muka Satu Tendang 13. Lok Be.

 
Tahap kedua : Beulitan

Pada tahap ini murid mulai belajar aplikasi jurus yang terkumpul dalam 35 jenis beulitan.

Beulitan adalah metode latihan yang dilakukan dua orang yang saling berhadapan. Mereka melakukan serangkaian teknik serangan dan belaan dengan gerakan yang sudah diatur. Dalam tahap ini diajarkan juga cara menghadapi serangan bersenjata. Maksud latihan ini adalah untuk mempelajari perbendaharaan teknik serangan maupun belaan. Beulitan juga dapat digunakan untuk melatih kecepatan dan kepekaan rasa. Beberapa contoh beulitan adalah sebagai berikut :

1. Beulitan indung

2. Beulitan indung gencet

3. Beulitan indung serot

4. Beulitan indung heuras

5. Beulitan indung getap

6. Sikut pulang cina

7. Siling serot

8. Golewang serot

9. Gebrag

10. Gunting

Tahap ketiga : Kumaitu


   “Kumaitu” berasal dari kata kumaha itu yang berarti “terserah atau bagaimana gerak lawan”. Pada tahap ini dipelajari bagaimana memecahkan berbagai kasus yang mungkin dihadapi dalam suatu perkelahian. Setiap murid harus mampu mempraktekkan jurus beulitan untuk menghadapi setiap gerak lawan. Contoh gerak kumaitu antara lain : Bendung, Depok, Depok Muntir, dan Luncat.

 Tahap keempat : Sabalikna


   Hampir sama seperti beulitan. Bedanya, dalam tahap ini dipelajari kemungkinan pihak yang kalah mengubah tekniknya menjadi pihak yang menang. Misalnya setiap kali berada dalam posisi diserang, baik dipukul, didesak, atau dikunci, murid harus dapat mementahkan serangan tersebut dan segera melakukan serangan balik. Begitu pula yang menerima serangan balik harus berusaha agar selalu menang. Contoh sabalikna misalnya : tangkis peupeuh dapat dibalas dengan bangkol, jambret dapat dibalas dengan serot, dan sebagainya.


Tahap kelima : Rusiah Jurus


   Pada tahap ini materi kembali ke awal, yaitu jalan jurus. Namun setiap gerakan tersebut dijelaskan secara rinci maksud dan tujuannya dalam bentuk aplikasi. Seperti umumnya pencak silat, setiap satu gerak bisa mengandung puluhan maksud dan tujuan dalam aplikasinya. Misalnya jalan jurus pertama suliwa, dapat digunakan untuk menyerang, menangkis, melepaskan diri dari pegangan, menangkap, atau menarik tangan lawan.

   Dalam latihan setiap gerakan harus dilakukan dengan sungguh-sungguh. Serangan harus dikenakan pada tubuh lawan sampai terasa sakit (tapi tidak sampai cedera) atau sampai lawan tidak berdaya. Sasaran yang berbahaya bila terkena serangan dengan telak seperti mata, leher, dan alat vital biasanya diarahkan beberapa sentimeter dari sasaran sebenarnya.

Aliran ini mempunyai beberapa gaya yang dipengaruhi kebiasaan seorang guru. Kebiasaan seorang guru dalam mengajar berpengaruh terhadap perkembangan gaya selanjutnya. Ki Arba misalnya, lebih senang menggunakan teknik tempel kosrek, yaitu teknik menjatuhkan sambil memukul lawan yang berada dalam keadaan hilang keseimbangannya.
   Ki Asnawi lebih menyukai teknik tempel peupeuh serot, yaitu teknik menyambut serangan sambil merapat ke tubuh lawan dan mendesaknya hingga menutup ruang gerak sambil menyerang dengan pukulan pada saat yang bersamaan.

Selain gaya-gaya tersebut di atas, masih ada lagi gaya yang lain, namun pada prinsipnya sesuai dengan namanya “Ulin Peupeuh Gerak Rasa”, aliran ini lebih menekankan pada teknik pukulan untuk mengakhiri perkelahian dengan ditunjang oleh kecepatan gerak dan kepekaan rasa.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s