Sejarah Silat Sera

Salah satu silat yang berumur cukup tua di Indonesia adalah silat aliran Sera. Aliran ini diambil dari nama pendirinya: Pak Sera. Tidak diketahui dengan jelas, kapan persisnya silat aliran ini didirikan. Namun, ada yang percaya aliran ini sudah ada sejak Abad ke-18. Tidak ada pula catatan resmi terkait pak Sera dan kehidupannya. Wajar bila sejarah terkait silat Sera ini menjadi simpang siur.

Setidaknya ada tiga alasan yang membuat sejarah Silat Sera nampak tidak jelas.

Pertama, bangsa kita lebih mengandalkan tuturan lisan untuk mewariskan budayanya alih-alih menggunakan tulisan. Sehingga tidak ada data-data tertulis mengenai sejarah sebuah aliran silat termasuk silat Sera ini.

Kedua, silat Sera dikenal sebagai silat pribadi yang gerakan dan latihannya dilakukan secara tersembunyi. Praktisi silat Sera di masa lalu tidak secara terang-terangan mengungkapkan aliran silat yang dimilikinya. Mereka cenderung menyembunyikannya. Karena memang doktrin silat Sera adalah silat pribadi, silat yang digunakan untuk diri sendiri. Bukan silat pertunjukan.

Ketiga, silat Sera bercampur dengan aliran silat lainnya. Karena alsan nomor dua di atas, banyak praktisi silat Sera yang mengaburkan identitas silat Seranya dengan berlatih silat aliran lain. Sebagian dari mereka terkenal di aliran lain, namun tidak banyak yang tahu bahwa sebenarnya mereka menguasai silat Sera. Praktisi lainnya memodifikasi silat Seranya, menggabungkannya dengan gerakan silat lain, sehingga bukan hanya semakin mengaburkan sejarahnya, namun juga mengaburkan gerakannya. Mana yang gerakan aliran Sera, mana yang bukan?

Dari berbagai forum dan praktisi, saya sendiri mendengar banyak versi mengenai sejarah silat Sera ini.
Menurut versi Abah Yaya, guru silat Sera saya, pak Sera orang kulon (Banten?) yang tinggal di Bogor. Beliau adalah murid dari Abah Khair (Cimande). Dalam versi guru saya, Sera memiliki 42 jurus (jurus pendek). Ada cerita dari guru-gurunya Abah. Dulu Pak Sera pernah diminta mengajari orang-orang Belanda, namun ia menolak. Orang Belanda ini kemudian menangkap murid-muridnya pak Sera. Muridnya hanya akan dilepas bila pak Sera mengajarkan beladirinya kepada mereka. Maka, pak Sera pun mengajari mereka, namun hanya mengajarkan 18 jurus saja.

H. Cucu Sutarya dari Pancasera Bogor memiliki cerita yang sedikit berbeda. Menurut pak Cucu, pak Sera adalah murid dari nyai Panjate (Hj. Cut Suriah). Seorang pendekar wanita dari Aceh yang hidup di abad ke-17. Itu sebabnya dalam gerakan Sera ada gerakan tepuk badan. Nyai Panjate ini konon belajar beladiri dari Gujarat Persia dan salah satu gurunya merupakan cucu dari Sayidina Ali bin Abi Thalib. Menurut versi ini, pak Sera punya teman seperguruan orang Bugis bernama Lagoa. Pak Sera kemudian mengembangkan silat Sera di Bogor, sementara Lagoa mengembangkan silat Lagoa di Tanjung Priuk. Versi ini sayangnya memiliki sedikit “cacat” sejarah. Lagoa (nama aslinya Labuang De Passore) adalah “penguasa” pelabuhan Tanjung Priuk yang terkenal di tahun 50-an. Rasanya tidak wajar bila Lagoa hidup ratusan tahun dari abad ke-17 sampai abad ke-19. Artinya, ada fakta yang kurang tepat. Mana yang benar? Pak Sera memang hidup di Abad ke-19 atau Lagoa bukan teman seperguruan dari Pak Sera melainkan berguru ke alirannya Sera?

Versi ketiga adalah versi dari keluarga de Vries dan de Thouars. John de Vries (1890-1972) adalah orang Belanda anak dari pemilik perkebunan di Pasirwangi (Garut?) yang lahir di Batavia. Ia belajar silat Sera dari mas Djoet (1840-1930) yang dipercaya sebagai murid pak Sera. Keponakannya, Victor de Thouars juga belajar silat ini. Tidak hanya ke mas Djoet, namun juga ke pak Tisari Mardjoeki salah satu murid mas Rhoen (1865-1938). Selain mas Djoet, mas Rhoen ini juga dipercaya sebagai murdi pak Sera. Menurut mereka Pak Sera adalah orang Baduy yang memiliki nama asli Ileah Haboen Hasin, hidup pada tahun 1783-1885. Pak Sera ini pincang sehingga mengembangkan sebuah aliran silat yang bisa mengantisipasi cacatnya ini. Saya tidak tahu kebenaran sejarah versi keluarga de Vries dan de Thouars ini. Namun, kalau baca-baca websitenya, mereka rancu dengan istilah Sera (di sana disebut Sera ini nama orang, namun ada pula yang menyebut Sera ini hanya panggilan kepada seorang guru yang suaranya serak, ada juga menyebutkan tingkatan keahlian: serak-sera-serah, agak lucu memang kalau dibaca).

Mana di antara ketiga versi ini yang lebih mendekati fakta? Wallahu a’lam.

Sumber:

  • Wawancara dengan Abah Yaya
  • Website vdtserak (dot) com
  • Forum Sahabat Silat
Advertisement

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s